Laman

Kamis, 24 November 2011

Kajian Padi SRI Terhadap Peningkatan Efisiensi Usaha Tani


Farid Baraba 240110097004

Latar belakang

Beras merupakan makanan pokok hampir seluruh warga Indonesia.

Penurunan kesuburan tanah di Indonesia.

Penambahan biaya produksi untuk meningkatkan produktivitas padi.

Penambahan tersebut pada awalnya memang meningkatkan produksi tapi berdampak buruk dan penurunan produksi pun kembali terjadi.

Perlu adanya peningkatan kesejahteraan petani.

Tujuan

Memberikan penjelasan mengenai peningkatan efisiensi yang terjadi pada penanaman padi dengan metode SRI

SRI

SRI (system of rice intensificasion) bukan suatu jenis bibit ataupun pupuk, SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara.

Metode ini pertama kali ditemukan di Madagaskar antara tahun 1983-84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ.

Di indonesia SRI diperkenalkan oleh Norman Uphoff (Director CIIFAD) tahun 1997 dengan mengadakan presentasi SRI di Bogor merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar.

Prinsip SRI

  1. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih berdaun 2 helai.
  2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang.
  3. Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.
  4. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus).
  5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.
  6. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau).

Mutakin, 2009

SRI di Indonesia

Di sumatra barat, Kabupaten Lima Puluh Kota,hasil 8 ton per hektar, sementara dengan tanam padi secara konvensional hasilnya hanya 4 ton per hektar (Djinis et al., 2008 dalam Setiadji et al., 2010).

Di kawasan timur Indonesia terbukti mampu meningkatkan produktivitas lahan dari 5,0 ton/ ha menjadi 7,4 ton/ha (Sato, 2007 dalam Setiadji et al., 2010).

Lombok NTB, metode SRI memberikan hasil rata-rata 9 ton/ha dibanding penanaman konvensional yang hanya mencapai 4-5 ton/ha (Sato, 2007 dalam Setiadji et al., 2010)

Kabupaten Cianjur Jawa Barat panen yang dilaksanakan pada 30 Juli 2007 oleh Medco Foundation di lahan seluas 7,5 hektar, rata-rata produksi mencapai 10-12 ton per hektar (Pemkab Cianjur, 2007 dalam Setiadji et al., 2010).

Peningkatan Effisiensi

Cara konvensional kebutuhan benih 30-40 kg per hektar, SRI hanya sekitar 7-9 kg per hektar (dihemat sampai 80%) .

Karena sistem irigasinya macak-macak, maka penggunaan air dapat dihemat sampai 60%.

Pola irigasi macak-macak SRI dapat mengurangi emisi gas metana dengan rata-rata 60% dibandingkan dengan metode konvensional (penggenangan terus menerus). (Hidayah et all , 2009)

Analisis Usaha

Secara ekonomi, efisiensi produksi dari usahatani padi model SRI yang diukur dengan R/C ratio menunjukkan bahwa budidaya model SRI lebih rendah dibanding model konvensional. Penelitian model SRI di Garut dan Ciamis menunjukan nilai R/C ratio-nya masing-masing sebesar 2,16 dan 1,21 sedangkan untuk model konvensional sebesar 2,25 dan 1,72.

Secara finansial terjadi efeisiensi usaha tani SRI lebih tinggi dari pada dengan metode konvensional seperti ditunjukkan R/C ratio sebesar 3,99 dan 2,73 masing-masing untuk Garut dan Ciamis.

Wardana et all , 2005

Kesimpulan

SRI meningkatkan efisiensi penggunaan saprodi berupa air irigasi sebanyak 60% dan benih 80%

SRI turut membantu menjaga bumi karena metode penanamannya yang ramah lingkungan dan mewariskan tanah yang subur.

SRI dapat meningkatkan kesejahteraan petani karena hasil panen yang tinggi serta berasnya dihargai mahal (beras organik).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar